Home » » Kabeh Dadi Humas, Jangan Takut Populer

Kabeh Dadi Humas, Jangan Takut Populer

Written By Unknown on Sunday, October 14, 2012 | 10:31 PM

Oleh : H. Abdul Fikri Faqih, MM
Ketua Umum DPW PKS Jateng

H. Abdul Fikri Faqih, MM
Terlalu banyak orang bodoh yang percaya diri, dan terlalu sedikit orang pintar yang kurang percaya diri. Belum lagi ada ungkapan 'talkless, do more', atau dalam bahasa kita adalah sedikit bicara banyak kerja.

Jika fakta yang terjadi adalah demikian, sudah bisa diprediksikan bahwa masa depan bangsa ini berada pada genggaman orang-orang yang salah.

Pada konteks zaman yang berkembang semakin cepat ini, sudah saatnya kita mengubah sedikit bicara banyak kerja itu menjadi "talk more, do more". Banyak bicara dan banyak bekerja!

Dalam konteks ini, maka layaklah jika DPW PKS Jawa Tengah melalui Bidang Kehumasan mengorbitkan tagline 'Kabeh Dadi Humas'. All of the people are public relations.

Media sosial bukanlah media tentang diri sendiri tapi hubungan dengan pihak lain. Kita harus terlibat, dengan membangun percakapan dan hubungan. Jangan sampai kita terjebak dalam pembicaraan mengenai diri sendiri. Lakukanlah, libatkanlah sebanyak mungkin percakapan dengan yang lain untuk hal-hal yang menginspirasi. Kita tak perlu harus mengendalikan, namun disana pula mengajarkan kejujuran, atau belajar bagaimana menentukan prioritas dengan keterbatasan karakter.

Public relation atau kehumasan sebenarnya tidak lepas dari cara Rasulullah. Tidak ada nabi yang tidak terkenal. Yang mendasari mereka berbuat adalah keikhlasan. Jangan sampai ada sebuah kegiatan tidak jadi berlangsung hanya karena tidak ada yang mau mengeskpos atau tidak diketahui orang. Kalau pun kegiatan kita diketahui orang (dipublikasikan) itu tidak akan mempengaruhi keikhlasan kita.

Semua nabi itu terkenal, sebab terkenal itu nggak masalah. Membuat seorang ikhwah terkenal nggak masalah. Kalau kita terkenal atau menjadikan diri kita terkenal juga nggak masalah. Yang penting tidak senang dengan keterkenalannya. Ini tidak keluar dari rel Rasulullah saw. Ini bahkan bisa menjadi sarana untuk dapat berdiri di barisan Rasulullah saw.

Rasulullah tidurnya diketahui orang. Bagaimana cara beliau makan juga menjadi panutan. Dan segala aktivitasnya menuai teladan. Berita-berita tentang Rasulullah pun begitu cepat menyebar, dengan kualitas pribadi orang yang menyampaikan berita-berita Rasulullah yang sudah teruji. Jika kurang dipercaya maka beritanya diragukan.

Para praktisi public relation, atau penyampai informasi, haruslah menjadi orang yang dipercaya, hafalannya bagus (dhobit). Kejujuran menyampaikan informasi menjadi mutlak diperlukan disini.

Pak Fikri Faqih, MM dalam kesempatan taujihnya mengatakan setidaknya sebuah kegiatan bisa berlangsung sukses jika memenuhi tiga standar.

Yang pertama, kegiatannya bagus, dengan ukuran bisa dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

Kedua adalah sukses mobilisasi. Sebagus apapun konsep kegiatan, tapi ketika dilaksanakan tak banyak yang datang, maka bisa dianggap kurang berhasil.

Ketiga adalah sukses media. Sukses ketiga ini sudah tidak diragukan lagi dampaknya.

Dari ketiga standar sukses, barangkali kita perlu menambahkan satu lagi: yakni kepada dampak dari aktivitas yang kita lakukan. Bagi kita, mencapai tiga standar itu adalah wajib. Namun tiga saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan effect! Ini sejalan dengan apa yang disampaikan praktisi media, Harold Laswell yang mengatakan, who says what to whom with channel and with what effect. Siapa berbicara apa kepada siapa dengan media apa dan apa dampaknya.

Media sosial bisa menjadi gerakan sosial yang luar biasa. Seorang penjahat perang, Kony, menjadi buronan hanya karena desakkan massa yang dipelopori oleh sebuah yayasan dengan meminta kepada PBB untuk menangkapnya. Video yang membeberkan alasan kenapa harus ditangkap pun menyedot perhatian public sampai angka 5 juta viewers. Seluruh penonton ini pun mengkorvesikan suaranya menjadi dukungan. Dapat dibayangkan, angka sebanyak itu diperoleh dalam waktu singkat. Dengan ide kreatif tujuan tercapai. Kony dijadikan sebagai penjahat perang dan dijadikan buronan.

Baru-baru ini juga media sosial digemparkan dengan aksi orang yang nggak terlalu ganteng namun bisa menyedot 442.716.792 viewers (Gangnam Style). Menarik ke belakang, ada Udin Sedunia, orang yang juga tidak ganteng-ganteng amat, namun bisa menarik perhatian 276,788 orang. Angka ini meski tidak sebanyak gangnam style, tapi juga sudah bisa dibilang banyak. Norman kamaru yang bisa menyedot perhatian 1,7 juta orang lewat gayanya di youtube yang menirukan Sahrukh Khan. Sinta dan Jojo yang berhasil membetot 6 juta pengunjung.

Tanpa sadar banyak diantara kita terjebak untuk menonton yang tidak penting, namun menjadi teladan. Cobalah sejenak berpikir, kalau itu adalah kita! Di sisi yang lebih positif bisa kita temukan Blassius Haryadi, seorang tukang becak di Yogyakarta, yang lebih dikenal Harry Van Yogya. Ia bisa menarik pelanggan becak dari turis mancanegara hanya dengan memanfaatkan situs jejaring sosial internet . Koin untuk keadilan, koin prita, koin cinta bilqis (Koin peduli) adalah sebuah gerakan sosial media yang dimanfaatkan untuk kemanusiaan.

Di ranah politik pun sosial media menjadi alat pemenangan pemilu. Obama, Jokowi adalah para politisi yang menjadikan sosial media untuk memuluskannya menjadi yang terpilih. Joko Widodo melejit dan tampil sebagai pemenang Pilgub karena menjadi 2.000.000 topik perbincangan dari hampir 900.000 akun di media sosial Twitter, Facebook, Kaskus, Blog, forum, dan situs berita online.

Analisis media sosial merupakan satu keilmuan yang semakin bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Target marketnya pun bisa dibilang fantastis. Di Indonesia pengguna facebook mencapai angka 31 juta. Twiiter 20,8 persen paling tinggi setelah Amerika. Ada 45 juta pengguna internet. Blogger 2,7 juta. Handphone secara umum 150-180 juta. Orang ingin eksis. Keinginan untuk self actualization, menjadi sosial media menjadi sangat cepat sebagai bahan bakar untuk meroket.

Lalu, akankah kita diam ketika ada seorang remaja putri bertanya lewat media sosial “Mas Ulil, jilbab wajib nggak?” ditengah keraguan itu ia bertanya kepada Ulil Absar Abdala, pentolan JIL. Ini sebuah renungan.

Coba kalau kita tidak terjun di dalamnya. Jika tidak diwaspadai kita tidak hanya dipencundangi tapi juga kalah di dunia nyata. Tak ada alasan lagi buat tidak masuk ke dalam ladang dakwah yang satu ini. Jika tidak segera bergerak, kita hanya akan menjadi alien. ***

Disampaikan dalam acara launching 'Kabeh Dadi Humas' dan Pelatihan Optimalisasi Web dan Media Sosial DPW PKS Jawa Tengah (13/10/12)

*Ditulis oleh:  Ali Irfan (Humas DPD PKS Tegal, salahsatu peserta pelatihan)


*http://www.pks-tegalkota.com/2012/10/kabeh-dadi-humas-jangan-takut-populer.html



___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | PKS PIYUNGAN | PKS Tegal | PKS Magelang | PKS Jaktim | PKS Pontianak | PKS Sumut | MBO indonesia | Caksub
Copyright © 2013. PKS Kedungkandang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger