Home » » Narasi Baru untuk Zaman Baru

Narasi Baru untuk Zaman Baru

Written By Unknown on Sunday, May 13, 2012 | 4:15 PM





Oleh Nasihin Masha
Pemimpin Redaksi Republika



Tak banyak orang yang menyadari bahwa GDP Indonesia kini berada pada urutan ke-16 dunia. Kita menerima secara begitu saja kehadiran negara negara yang tergabung di G-20. Padahal, disitulah maknanya. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten di atas enam persen per tahun, pada 2025 GDP Indonesia bisa berada pada urutan ke-10 dunia. Tentu ini akan menjadi prestasi terbesar bagi sejarah peradaban Nusantara.

Namun, sejarah tak selalu berjalan linier. Dunia juga tak sesederhana yang dibayangkan. Ada interaksi dan kompetisi antarbangsa. Mesir, Yunani, dan Persia pernah memimpin dunia. Namun, kini Mesir masih bergulat untuk bangkit. Yunani terpuruk menjadi bangsa yang kolaps di zaman modern ini. Amerika Serikat menjadi bangsa paling maju setelah Perang Dunia II. Cina sedang tumbuh menjadi yang terkuat. Semua itu tak terlepas dari dinamika internal masing-masing. Butuh orang besar atau kelompok untuk menjadi penggerak masyarakat.

Franklin Delano Roosevelt adalah nama yang begitu kondang. Ia berhasil membawa keluar Amerika Serikat dari krisis ekonomi pada 1930-an --yang kemudian dikenal sebagai great depression, yang di Indonesia dikenal sebagai zaman meleset-dan menjadi bangsa paling maju setelah Perang Dunia II. Ia mengenalkan frasa New Deal. Sebuah frasa yang kemudian menjadi jargon tersendiri bagi negeri-negeri yang hendak keluar dari krisis. New Deal adalah sebuah program ekonomi serial yang diambil dari pidato Roosevelt saat pidato kampanye dirinya sebagai calon presiden. New Deal berisi 3 R: Relief, Recovery, dan Reform. Karena itu, New Deal tak berhenti sebagai jargon, tapi kemudian menjadi narasi, sebuah pemikiran yang mencerahkan dan menggerakkan.

Narasi bisa datang dari masyarakat, tak mesti dari pemimpin. Bisa pula anonim. Bangsa Indonesia memiliki janji satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa pada 1928. Ini menjadi tonggak terpen ting bagi kemerdekaan Indo nesia. Ini juga sebuah narasi. Memang, tak setiap narasi selalu sesuai dan tak selalu di te rima. Karisma, kepe mimpin an, keteladanan, kete pat an, kemampuan, kesabaran, dan ketekunan menjadi kunci keberhasilan mewujudkan na rasi menjadi sebuah nilai yang terlembagakan. Namun, nara si harus menjadi pembimbing arah, pembangkit gairah, penjuru cita-cita, dan penggerak perubahan.

Pada 2005 Republika mengenalkan Tokoh Perubahan. Ini bukan sekadar latah atau mau beda dengan yang lain. Saat itu, Indonesia masih dicengkeram krisis. Kata perubahan dicitakan menjadi mantra, menjadi narasi yang menggerakkan bangsa Indonesia. Kami memilih tokoh yang melakukan perubahan dan menggerakkan masyarakat untuk berubah. Mereka ada lah tokoh-tokoh yang
menginspirasi. Dengan demikian, penganugerahan Tokoh Perubahan diharapkan bisa menciptakan repitisi dan memprosekusi apa yang telah dilakukan seorang tokoh.

Pada tahun ketujuh penganugerahan Tokoh Perubahan ini, Republika memilih M Hatta Rajasa, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, Ahmad Heryawan, Amran Nur, dan Heppy Trenggono.

***

Connectivity (keterkaitan). Itulah kata kunci dari ide besar M Hatta Rajasa. Menteri Koordinator Perekonomian ini bukanlah seorang ekonom. Ia adalah seorang sarjana perminyakan lulusan ITB. Cara berpikirnya pragmatis dan matematis. Ketekunan, kesungguhan, dan kecerdasannya membuat dirinya cepat belajar. Istilah-istilah makroekonomi kini sudah melekat dalam cara berpikirnya.

Sebagai insinyur, ia tentu mudah saja menghafal angkaangka ekonomi. Melalui program MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) ia membagi Indonesia dalam enam koridor. Yang semuanya harus terhubung secara fisik maupun kelembagaan. Dengan demikian, diharapkan bisa terjadi percepatan dan pemerataan pembangunan.

Ia menghitung butuh investasi Rp 500 triliun untuk membangun infrastruktur (energi, jalan, jembatan, pela buhan, bandara, teleko muni kasi) yang mengoneksi semuanya. Walaupun dihadapkan pada kendala keterbatasan anggaran, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di atas enam persen per tahun. Indonesia juga kembali masuk negara berkategori investment grade.

**

Nama Pondok Modern Gontor, Ponorogo, sudah terlalu terkenal. Pesantren ini juga dikenal sudah tersistem dan mapan. Namun, di tangan KH Abdullah Syukri Zarkasyi, Pesantren Gontor tak hanya bisa tetap bertahan, tapi juga berkembang pesat. Kini Pesantren Gontor telah memiliki 19 cabang di berbagai daerah. Sebagian berada di luar Jawa. Ini belum termasuk pesantren yang didirikan oleh alumni maupun pesantren yang terafiliasi.

Koperasinya juga berkembang pesat sehingga Pesantren Gontor bisa dikelola secara mandiri. Tak hanya itu, juga bisa untuk mendirikan pesantren di tempat lain dengan sistem dan mana jemen yang terintegrasi. Yang perlu juga dicatat, pesantren ini bukan milik keluarga, tapi milik sebuah badan wakaf. Gontor menjadi salah satu kawah sumber kader bangsa yang unggul.

***

Ahmad Heryawan adalah sebuah fenomena. Ia semula hanya akan dipasang sebagai wakil gubernur Jawa Barat. Namun, di hari terakhir, ia ditinggal oleh calon gubernurnya. Maka, ia maju sebagai calon gubernur. Dan, ia menang. Ia juga bukan dari pusat Sunda, tanah Parahyangan. Ia dari Sukabumi. Selain itu, ia lebih banyak mengabdi sebagai wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta.

Melalui moto sabisa-bisa, kudu bisa, dan pasti bisa, Heryawan banyak meraih penghargaan selaku gubernur. Target pengadaan satu desa satu bidan terlampaui. Hal itu menurunkan angka kematian ibu dan bayi secara signifikan. Demikian juga dengan program-program lainnya, seperti pembangunan ruang kelas sekolah, penyediaan satu juta lapangan kerja, dan pembangunan infrastruktur jalan.

***

Sawahlunto, Sumatra Barat, adalah salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di masa penjajahan Belanda. Ini karena faktor pertambangan batu bara. Tak heran daerah ini menjadi magnet bagi warga dari daerah lain untuk datang. Almarhum Soedjatmoko, misalnya. Salah satu cendekiawan papan atas Indonesia itu lahir di sini. Namun, seiring dengan habisnya cadangan batu bara, Sawahlunto perlahan akan menjadi kota mati. Hal ini berlaku umum bagi wilayah-wilayah pertambangan di mana pun di dunia.

Amran Nur, seorang pengusaha yang sudah lama merantau, terpanggil membangun daerahnya. Ia menyulap kota itu menjadi kota wisata, perkebunan, dan pertanian. Lahan-lahan bekas tambang di jadikan wisata, demikian juga dengan kereta batu bara sebagai kereta wisata. Ia juga memodali masyarakat untuk berkebun dan bertani. Siswa-siswinya dipacu untuk pandai dengan memberi beasiswa ke universitas terbaik di dalam negeri maupun di luar negeri. Maka, Sawahlunto kini menjadi daerah tujuan wisata dan tentu saja banyak didatangi warga dari daerah lain.

***

Pengalamannya selaku pengusaha yang bisa bangkit setelah bangkrut dan terbelit utang, membuat Heppy Trenggono ingin berbagi kiat kepada pengusaha lain. Kini ia menjadi semacam dokter sekaligus motivator bagi orang-orang yang bergiat sebagai pengusaha. Ia juga mengampanyekan cinta Indonesia dengan membeli dan membela produk-produk dalam negeri. Agar apa yang dilakukan tersistem dan masif, maka ia membangun sejumlah lembaga. Kini ia memiliki komunitas yang besar dengan semangat yang sama untuk memajukan Indonesia.

***

Lima Tokoh Perubahan ini sedang membangun narasi masing-masing di zaman Indonesia yang sedang berubah ini. Di zaman baru ini, Indonesia butuh figur-figur baru untuk membangun narasi besar: INDONESIA MASA DEPAN.


*REPUBLIKA




___________ *posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | PKS PIYUNGAN | PKS Tegal | PKS Magelang | PKS Jaktim | PKS Pontianak | PKS Sumut | MBO indonesia | Caksub
Copyright © 2013. PKS Kedungkandang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger